BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu tumbuhan pada waktu sekarang telah mengalami
kemajuan yang demikian pesat, sehingga bidang-bidang pengetahuan yang semula
hanya merupakan cabang-cabang ilmu tumbuhan saja, kini telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri-sendiri.
Dari berbagai cabang ilmu
tumbuhan yang sekarang telah berdiri sendiri adalah morfologi tumbuhan. Morfologi tumbuhan yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh
tumbuhan pun sudah demikian pesat perkembangannya sehingga dipisahkan menjadi morfologi luar atau morfologi saja dan morfologi
dalam atau anatomi tumbuhan.
Berdasarkan judul percobaannya (daun lengkap dan daun
tidak lengkap) maka yang akan dibahas utamanya adalah morfologi pada daun,
kemudian mengklasifikasikannya (menggolongkannya) kedalam dua golongan yaitu daun lengkap dan daun tidak lengkap.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan mengenal bagian-bagian daun serta
membedakan daun lengkap dan daun tidak lengkap.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut definisinya, morfologi tumbuhan tidak hanya mengurai bentuk dan
susunan tubuh tumbuhan saja tetapi juga
bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam
kehidupan tumbuhan dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dari mana asal
bentuk tumbuhan dan susunan tubuh yang demikian tadi (Campbell 2002).
Daun merupakan salah satu organ
tumbuhan
yang tumbuh dari batang,
umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai
penangkap energi
dari cahaya matahari
melalui fotosintesis.
Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya
karena tumbuhan adalah organisme autotrof
obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi
cahaya menjadi energi kimia
(Anonim, 2011).
A. Gnetum
gnemon
( Melinjo )
a. Morfologi
Melinjo termasuk daun tidak lengkap
karena hanya memiliki lamina dan petiolus saja, melinjo mempunyai circumscriptio
ovalis (jorong). Interveniumnya seperti kertas (papyraceus). Permukaan daunnya
licin mengkilat (laevis nitidus). Nervationya menyirip (peninervis). Margo
bertepi rata (integer), apex meruncing (acuminatus) dan basisnya runcing
(acitus).
b.
Klasifikasi
Tumbuhan Gnetum gnemon memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Gnetales
Famili : Gnetaceae
Genus : Gnetum
Spesies :
Gnetum gnemon
c.
Ekologi
Tanaman
melinjo berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat, melinjo banyak ditanam di
pekarangan sebagai peneduh atau pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan
buah dan daunnya. Melinjo terdapat pada ketinggian ±15-150 meter di atas
permukaan laut.
d.
Nilai
medis
Melinjo
dapat menyembuhkan asam urat yaitu daunnya setelah dimasak terlebih dahulu. Kemudian
biji tanaman melinjo dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Biji dan daun
melinjo mengandung saponin dan flavonoida disamping itu biji juga mengandung
tanin, kulit buah berkhasiat sebagai peluruh air seni dan bijinya untuk makanan
kecil.
e.
Nilai
komersial
Indonesia
adalah negara
yang menjadikan biji melinjo sebagai komoditi ekspor
dalam jumlah yang cukup besar. Melinjo akan dipanen dan menghasilkan buah
setelah 5- 6 tahun setelah penanaman biji. Di daerah Sumatra Barat
setiap tahunnya dilaporkan menghasilkan 20.000- 25.000 buah melinjo dan
produksi bijinya mencapai 80- 100 kg per pohon
per tahun.
B.
Zea mays ( jagung )
a.
Morfologi
Jagung (Zea mays) merupakan jenis tanaman yang berdaun tidak lengkap
(folium incopletus) karena hanya memiliki lamina (helaian daun) dan petiolus
(tangkai daun) saja. Adapun sifat-sifat tanaman Zea mays yaitu circumscripto berupa ligunatus (bangun pita) karena
memiliki lamina yang lebih panjang. Intervenium bersifat perkamenteus (seperti perkamen),
apex folii berupa macutus, margo folii berbentuk integer (rata), dan basis
folii berbentuk acutus (runcing), nervatio berbentuk rectinervis (sejajar), permukaan
daunnya bersifat scaber (kasap).
b.
Klasifikasi
Tumbuhan Zea mays L memiliki
susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
c.
Ekologi
Berdasarkan temuan-temuan genetik,
antropologi,
dan arkeologi
diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah
(Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000
tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan
(Ekuador)
sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Kajian
filogenetik
menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan
keturunan langsung dari teosinte
(Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk
asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays
ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan
semua spesies
dalam genus
Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi
menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat
hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk
secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman.
Tanaman
jagung sebagai tanaman budidaya, sebagai sayuran, hidup pada tanah lembab pada
dataran rendah hingga 500 M di permukaan laut.
d.
Nilai Medis
Biji jagung kaya akan karbohidrat.
Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai
80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa
dan amilopektin.
Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin.
Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih
berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui
mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen
dan sukrosa.
Jagung (Zea mays L.)
merupakan salah satu tanaman
pangan dunia yang terpenting, selain gandum
dan padi.
Sebagai sumber karbohidrat utama
di Amerika Tengah
dan Selatan, jagung juga menjadi
alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.
Penduduk beberapa daerah di Indonesia
(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara)
juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber
karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan
ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari bulir),
dibuat tepung
(dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung
atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung
tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa,
yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural.
Jagung yang telah direkayasa genetika
juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
e.
Nilai
Komersial
Provinsi
penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa
Tengah : 3,3 jt ton; Lampung : 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt
ton; Sumatera Utara : 1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 – 800 rb ton, sisa
lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung
nasional 16 jt ton per tahun. Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika
Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Brazil 6,45%;
Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%.
Sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan negara-negara
lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3
juta MT .
C. Jatropha gossypifolia
( Jarak pagar )
a.
Morfologi
Jarak
merah (Jatropha gossypifolia)
tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal ini karena pada
bagian daunnya hanya memiliki petiolus (tangkai daun) dan lamina (helaian
daun), tanpa memiliki vagina (pelepah daun).
Circumscriptio atau bangun daunnya berbentuk
orbicularis (bulat). Dikatakan memiliki baun daun berbentuk orbicularis karena
pada perbandingan panjang : lebar, perbandingan dari daun jarak merah adalah 1
: 1.
Memiliki intervenium (daging daun) yaitu
tipis lunak (herbaceous). Pada bagian margo folii, daunnya bergerigi
(serratus). Pada bagian apex folii, daunnya meruncing (acuminatus). Karena pada
titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ujung
daun yang berbentuk runcing (acutus), dan ujung daun nampak sempit memanjang
dan runcing.
Pada bagian basis foliinya berlekuk
(emarginatus), hal ini ditemukan pada daun-daun bangun jantung, ginjal, dan
anak panah. Permukaan daunnya yaitu gundul (gleber). Susunan tulang-tulang daun
(nervatio) dari jarak merah adalah menjari (palminervis). Dikatakan menjari,
karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar,
memperlihatkan susunan jari-jari seperti tangan.
b.
Klasifikasi
Tumbuhan Jatropah gossypifolia L memiliki susunan
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas :
Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili :
Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies :
Jatropha gossypifolia L.
c. Ekologi
Tumbuhan
jarak merah merupakan tanaman semak berkayu yang ditemukan di daerah tropis dan
dikenal sangat tahan dengan kekeringan, serta mudah dikembangbiakkan dengan
cara stek. Tumbuhan ini mudah beradaptasi dengan dengan lingkungan tumbuhnya.
Dapat tumbuh pada tanah yang subur tetapi memiliki drainase atau penyaluran air
yang baik, tidak tergenang, dan memiliki pH tanah 5,0 sampai 6,5. Tumbuhan
jarak dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 20 m dari permukaan laut dan merupakan
tanaman tahunan.
d. Nilai medis
Jarak merah
(Jatropha gossypifolia L.)
merupakan tanaman etnobotani
yang dapat dijadikan sebagai sumber obat tradisional. Beberapa
pemanfaatan jarak merah dari jaringan
misalnya biji digunakan sebagai obat
pencahar.
Namun, beberapa literatur mengatakan bahwa penggunaan biji jarak sebagai obat herbal
dilarang karena toksiksitasnya yang tinggi.Di beberapa negara misalnya Trinidad, tanaman ini
digunakan secara etnoveterinari oleh para
pemburu untuk mengobati patukan ular,
sengatan kalajengking,
luka dan kudis pada anjing pemburu mereka. Di Ghana, rebusan daun jarak
merah digunakan untuk pengobatan melalui mandi. Kegunaan yang lain ialah
mengobati sakit gigi,
pendarahan gusi, menghilangkan rasa
nyeri, dan sembelit.Beberapa kajian farmakologi telah
dilakukan terhadap J. gossypifolia di antaranya ialah pengujian ekstrak daun terhadap 10
jenis mikroorganisme
(diantaranya adalah Candida albicans, Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis. Ekstrak etanol
dari jarak merah dapat mengakibatkan efek vaksorelaksan terhadap tikus dalam kedaan normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Ravinadrath et. al terhadap jatrofenon yaitu
senyawa yang berhasil diisolasi dari akar jarak merah menunjukkan aktivitas
antimikroba
terhadap Staphylococcus aureus yang daya kerjanya sebanding dengan Penicilin G. Beberapa
senyawa telah berhasil diisolasi dari jarak merah yaitu alkaloid jatroiden,
isogadain,
cleomiscosin,
propasin,
clilatrione,
jatrofon,
jatrofenon,
jatrofolon
A-B, fraxetin,
cyclogossine
A-B dan 18 senyawa ekstrak lipid
dari daun.
e. Nilai komersial
Tanaman
jarak merah diignakan sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel. Hal
ini disebabkan karena sumber bahan kandungan yang terdapat pada bijinya. Biji
tanaman jarak merah mengandung 20 sampai 40℅ minyak nabati, namun bagian inti
dapat mengandung 45 sampai 60℅ minyak kasar. Pengembangan minyak dari tanaman
jarak di Indonesia mulai dilakukan dan dipelopori oleh Robert manurung dari
Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak tahun 1997. Hal ini dilakukan untuk
menghadapi krisis bbmr dan kenaikan harga BBM di Indonesia dan sekarang
pemerintah mulai sumber-sumber energi slaternatif dari tanaman jarak.
D. Calotropis
gigantea (
biduri )
a.
Morfologi
Helaian
daun memiliki bentuk bulat telur atau bulat panjang, yang pertulangan daunnya
menyirip. Permukaan atas daun berambut putih tersusun rapat ketika muda,
sedangkan permukaan bawah tetap berambut tebal putih. Daunnya bertipe tunggal
dengan tangkai pendek menempel langsung pada batang tersusun berseling
(decusatus). Bunga bertipe majemuk dalam anak payung yang menempel pada di
ujung batang atau ketiak daun. Corona berdaging padat dan seukuran atau lebih
lebar dibanding tabung stamen (Ahmed et all, 2005).
b.
Klasifikasi
Tumbuhan Calotropis
gigantea memiliki
susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Gentianales
Famili : Asclepiadaceae
Genus : Calotropis
Spesies : Calotropis gigantea
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Gentianales
Famili : Asclepiadaceae
Genus : Calotropis
Spesies : Calotropis gigantea
c. Ekologi
Tanaman
Biduri merupakan semak tegak yang umumnya tumbuh di musim kemarau pada
lahan-lahan kering. Tanaman termasuk tumbuhan tahunan dengan tinggi bisa
mencapai 0,5 – 3 m. Biduri dapat tumbuh dari biji di lahan yang relatif kering
seperti padang rumput kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai
berpasir. Tanaman perenial ini mempunyai persebaran di wilayah tropis dan
subtropis, di benua Asia dan Afrika (Ahmed et all, 2005). Tanaman ini cukup
adaptif di lingkungan yang ekstrim kering dan panas
d.
Nilai medis
Secara
konvensional sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan tradisional. Manfaat
dan kandungan kimia dari tumbuhan biduri antara lain akarnya mengandung
saponin, sapogenin, kalotropin, kalotoksin,
uskari kalaktin, gigatin dan harsa. Daun mengandung saponion, flavonoid,
polifenol, tanin dan kalsium oksalat. Batang mengandung tanin, saponindan
kalsium oksalat. getah mengandung racun jantung yang menyerupai digitalis. Daun
Calotropis gigantea berknasiat sebagai obat kudis dan obat batuk. Daun
berkhasiat rubifasien dan menghilangkan
gatal. Getahnya beracun dan dapat menyebabkan
muntah. Namun berkhasiat sebagai obat pencahar. Kulit akar biduri berkhasiat kolagola, peluruh keringat
(diaforetik), perangsang muntah (emetik), memacu kerja enzim pencernaan
(alteratif) dan peluruh kencing (diuretik). Kulit kayu biduri berkhasiat emetik,
bunga berkhasiat tonik dan menambah nafsu makan (stomakik), (Andriana, D.,
2007). Beberapa pengguna juga sudah
memanfaatkan bahan tanaman ini untuk kepentingan pengendalian hama, sebagai
insektisida, antinematoda, serta antirayap (Jayashankar et all, 2002). Sedang
penelitian yang telah Chobchuenchum dkk (2004), menggunakan ekstrak Calotropis gigantea dengan beberapa
pelarut sebagai agen biomoluskisida pada keong mas (Pomacea canaliculata).
e.
Nilai komersial
Kulit
batang mengandung serat yang bisa dimanfaatkan untuk membuat jala. (Direktorat
Jendral Perkebunan, 2006).
E.
Plumeria acuminate ( kamboja )
a.
Morfologi
Tanaman
kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 1,5-6 m, bengkok, dan mengandung
getah. Tumbuhan rantingnya besar, daun berkelompok rapat pada ujung ranting,
bertangkai panjang, memanjang berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm, lebar
6-12,5 cm, ujung meruncing, pangkal menyempit, tepi rata, tulang daun menyirip.
Warna daun hijau, berbentuk lonjong dengan kedua ujungnya meruncing dan agak
keras dengan urat-urat daun yang menonjol, sering rontok terutama saat berbunga
lebat, bunganya berbentuk terompet, muncul pada ujung-ujung tangkai, daun bunga
berjumlah 5 buah, berbunga sepanjang tahun.
b.
Klasifikasi
Tumbuhan Plumeria
acuminate memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Apocynales
Suku : Apocyanaceae
Marga : Plumeria
Spesies : Plumeria acuminate W.T.Ait
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Apocynales
Suku : Apocyanaceae
Marga : Plumeria
Spesies : Plumeria acuminate W.T.Ait
c.
Ekologi
Tanaman
kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 1,5-6 m, bengkok, dan mengandung
getah. Tumbuhan asal Amerika ini biasanya ditanam sebagai tanaman hias di
pekarangan, taman, dan umumnya di daerah pekuburan, atau tumbuh secara liar.
Tumbuh di daerah dataran rendah 1-700 m di atas permukaan laut. Rantingnya
besar, daun berkelompok rapat pada ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang
berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm, lebar 6-12,5 cm, ujung meruncing,
pangkal menyempit, tepi rata, tulang daun menyirip. Bunga dalam malai rata,
berkumpul diujung ranting, kelopak kecil, sisi dalam tanpa kelenjar, mahkota
berbentuk corong, sisi dalam berambut, sisi luar kemerahan atau putih, sisi
dalam agak kuning, putih atau merah, berbau harum. Tangkai putik pendek,
tumpul, lebar, bakal buah 1 atau 2, saling berjauhan, berbentuk tabung gepeng
memanjang, panjang 18-20 cm, lebar 1-2 cm, berbiji banyak, biji bersayap, tanpa
kuncung rambut, ketika masih muda berwarna hijau, setelah tua hitam kecoklatan
(Steenis, 1976; Dalimartha, 1999).
d.
Nilai
medis
Digunakan
sebagai obat dan bahan kecantikan misalnya mengobati penyakit kencing nanah
(Gonorrhea), bengkak, bisul, borok, kutil, mengeluarkan duri / beling, dan
mengobati tumit pecah-pecah (Hutapea, J.R.,1991). Tanaman
kamboja (Plumeria
acuminate, W.T.Ait) mengandung senyawa agoniadin, plumierid,
asam plumerat, lipeol,
dan asam serotinat, plumierid
merupakan suatu zat pahit beracun, kandungan kimia getah tanaman ini adalah
damar dan asam plumeria C10H10O5 (oxymethyl dioxykaneelzuur) sedangkan kulitnya
mengandung zat pahit beracun (Syamsulhidayat dan Hutapea 1991). Akar dan daun Plumeria
acuminate, W.T.Ait mengandung senyawa saponin, flavonoid,
dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid.
Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin,
yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga
mengandung minyak atsiri antara lain geraniol,
farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool. Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid,
polifenol (Dalimartha, 1999 ; Prihandono, 1996).
e.
Nilai
komersial
Tumbuhan kamboja memiliki nilai jual yang sangat
tinggi karena selain untuk hiasan di rumah ataupun di taman, kamboja juga di
gunakan dalam dunia medis.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat
yang kami gunakan untuk melakukan praktikum adalah sebagai berikut.
Hari/tanggal : Sabtu, 26 Market 2011
Waktu : 13.00-17.00 WITA
Tempat
: Laboratorium Biodiversity
Jurusan
Biologi FMIPA
UNTAD
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan
yang digunakan dalam melakukan praktikum pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :
1.
Buku gambar
2.
Alat tulis menulis
3.
Daun Caladium
bicolor
4.
Daun Saccharum
officinarum
5.
Daun Acasia
aurantifolia
6.
Daun Musa
paradiasiaca
7.
Daun Calotropis
gigantean
8.
Daun Zea mays
9.
Daun Plumeria
acuminate
10.
Daun Euphorbia
hirta
11.
Daun Gnetum
gnemon
12.
Daun Anacardium
occidentale
13.
Daun Piper
bettle
14.
Daun Jatropha gosififolia
15.
Daun Ipomoea
pes-caprae
C. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang
kami lakukan saat melakukan praktikum adalah sebagai berikut:
1.
Menulis nama spesies dan family tumbuhan tersebut
2.
Menggambar dan memberi keterangan bagian-bagiannya
- Helaian daun (lamina)
- Tangkai daun (petiolus)
- Upih/pelepah daun (vagina)
3.
Menentukan :
- Circumscription
- Intervenium
- Margo
- Apex
- Basis
- Permukaan daun
- Nervatio
4.
Menentukan termasuk dalam daun lengkap atau daun tidak
lengkap pada masing-masing tumbuhan tersebut.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Plumeria acuminate
|
a.
margo: bertepi rata (integer)
b. apex :
tumpul (obtusus)
c. basis :
runcing (acutus)
d. nervatio
: primer paralel
e. intervenium
: seperti kulit (coriaceus)
f. circumscriptio
: sudip (spathulatus)
g. permukaan
daun : licin suram (opacus)
|
2.
|
Jathropa gossypyfolia
|
a.
margo : bergerigi halus
b. apex :
runcing (acutus)
c. basis
: berlekuk (emarginatus)
d. permukaan
daun : licin suram (laevis opacus)
e. nervatio
: menjari (palminervis)
f. circumscriptio
: bulat (orbicularis)
g.
intervenium : tipis seperti selaput (membranaceus)
|
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
3.
|
Calotropis gigantea
|
a.
margo : bertepi rata (integer)
b. apex :
runcing (acutus)
c. basis :
berlekuk (emarginatus)
d. nervatio
: menyirip (penninervis)
e. intervenium
: tipis lunak (herbaceus)
f. permukaan
daun : licin berselaput lilin (pruinosus)
g.
circumscriptio : bulat telur (ovatus)
|
4.
|
Gnetum gnemon
|
a.
margo : bertepi rata (integer)
b. apex :
meruncing (acuminate)
c. basis :
runcing (acutus)
d. nervatio
: menyirip (penninervis)
e. intervenium
: seperti kertas (papyraceus)
f. circumscriptio
: jorong (ovalis)
g.
permukaan daun : licin mengkilat (laevis nitidus)
|
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
5.
|
Zea mays
|
a.
margo : bertepi rata
b. apex :
runcing (acutus)
c. basis :
rata (truncatus)
d. nervatio
: sejajar (rectinervis)
e. intervenium
: seperti kertas (papyraceus)
f. circumscriptio
: pita (ligulatus)
g.
permukaan daun : berbulu halus (villosus)
|
B.
Pembahasan
a. Jatropha
gossypifolia
( jarak merah )
Jatropha
gossypifolia tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal
ini karena pada bagian daunnya hanya memiliki Petiolus (tangkai daun) dan
Lamina (helaian daun), tanpa memiliki vagina (pelepah daun).
Circumscriptio atau bangun daunnya
berbentuk orbicularis (bulat). Dikatakan memiliki baun daun berbentuk
orbicularis karena pada perbandingan panjang : lebar, perbandingan dari daun
Jatropha gossypifolia adalah 1 : 1.
Memiliki intervenium (daging daun) yaitu
tipis lunak (herbaceous). Pada bagian margo, daunnya bergerigi (serratus). Pada
bagian apex, daunnya meruncing (acuminatus). Karena pada titik pertemuan kedua
tepi daunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ujung daun yang berbentuk
runcing (acutus), dan ujung daun nampak sempit memanjang dan runcing.
Pada bagian basisnya berlekuk
(emarginatus), hal ini ditemukan pada daun-daun bangun jantung, ginjal, dan
anak panah. Permukaan daunnya yaitu gundul (gleber). Susunan tulang-tulang daun
(nervatio) dari Jatropha gossypifolia adalah
menjari (palminervis). Dikatakan menjari, karena dari ujung tangkai daun keluar
beberapa tulang yang memencar, memperlihatkan susunan jari-jari seperti tangan.
b. Plumeria
acuminate
( kamboja )
Plumeria acuminate
tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap (folium incompletus).
Sama seperti halnya pada Jatropha gossypifolia, bagian daun pada Plumeria acuminate hanya memiliki lamina
dan petiolus saja.
Circumscriptio
berbentuk sudip (spathulatus), dikatakan demikian karena bangunnya seperti
bangun bulat telur terbalik, tetapi bagian bawahnya memanjang. Pada bagian
margo, daunnya bertepi rata (integer). Pada bagian apex, daunnya tumpul
(obtusus) karena sudut yang terbetuk di ujungnya lebih besar dari 900.
Sedangkan pada bagian basisnya runcing (acutus), karena kedua tepi daun bertemu
membentuk sudut lancip.
Ketika diraba bagian permukaan dan
bawahnya, ternyata intervenium seperti kulit (coriaceus). Permukaan daunnya
licin suram (apacus), serta memiliki nervatio primer paralel.
c. Calotropis
gigantea (
biduri )
Daun
pada Calotropis gigantea digolongkan
kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal ini dikarenakan tumbuhan
ini hanya memiliki lamina saja, sedangkan bagian daun berupa petiolus dan
vaginya tidak ada.
Setelah kami melakukan pengamatan
dengan seksama, kami simpulkan bahwa circumscriptio berbentuk bulat telur
karena bagian terlebar dari daun tersebut berada dibawah tengah-tengah helaian
daun. nervatio menyirip (penninervis), karena daun ini mempunyai satu ibu
tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, kemudian intervenium tipis lunak
(herbaceus).
Kemudian permukaan daunnya licin
berselaput lilin (pruinosus), karena pada permukaan bagian atasnya licin
sedangkan pada bagian bawahnya terdapat lapisan lilin yang memutih. Pada bagian
margo bertepi rata (integer), pada bagian apex berbentuk runcing, karena kedua
tepi daun bertemu sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuannya pada
puncak daun membentuk suatu sudut lancip. sedangkan pada bagian basis, daunnya
berlekuk (emarginatus).
d. Gnetum
gnemon (
Belinjo )
Menurut hasil pengamatan kami,
tumbuhan Gnetum gnemon digolongkan
kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap karena pada bagian daunnya tidak
memiliki pelepah daun (vagina) hanya memiliki lamina dan petiolus.
Gnetum
gnemon memiliki bangun daun (circumscriptio) yang berbentuk jorong
(ovalis), karena bagian yang terlebar berada di tengah-tengah helaian daun dan
juga setelah diamati ternyata perbandingan panjang dan lebar daunnya adalah 1,5
– 2 : 1. Tanaman ini memiliki nervatio menyirip (penninervis) sama halnya
seperti yang terdapat pada Calotropis
gigantea. Kemudian intervenium seperti kertas (papyraceus), karena ketika
kami pegang daun ini terasa tipis tetapi cukup tegar.
Selanjutnya, permukaan daunnya
bersifat licin mengkilat (laevis nitidus) karena saat kami meraba permukaan
daunnya terasa licin dan kelihatan mengkilat. Pada bagian margo, bertepi rata
(integer). Pada bagian apex meruncing
(acuminatus) karena titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi
sehingga ujung daun terlihat sempit panjang dan runcing. Pada bagian basisnya
berbentuk runcing (acutus).
e. Zea
mays (
jagung )
Menurut hasil pengamatan yang telah
kami lakukan dilaboratorium, tanaman Zea
mays kami golongkan kedalam tumbuhan beredaun tidak lengkap. Karena pada
daun Zea mays hanya terdapat lamina
(helaian daun) dan vagina (pelepah daun) tetapi tidak memiliki petiolus
(tangkai).
Zea mays memiliki bangun daun (circumscriptio) berbentuk pita
(ligulatus). karena pada pengamatan kami, dari pangkal sampai ke ujung memiliki
ukuran lebar yang hampir sama (tidak ada bagian yang terlebar) dan serupa daun
bangun garis, tetapi lebih panjang lagi. Tanaman ini memiliki nervatio yang
sejajar (rectinervis) karena mempunyai satu tulang ditengah yang besar (ibu
tulang) membujur daun, sedang tulang-tulang lainnya jelas lebih kecil dan
semuanya tampak mempunyai arah yang sejajar dengan ibu tulangnya tadi. Kemudian
saat kami memegang permukaan daunnya, intervenium seperti kertas (papyraceus)
karena daun ini terasa tipis tetapi cukup tegar.
Selanjutnya, permukaan
daunnya berbulu halus karena pada saat kami meraba permukaan daunnya terasa
seperti laken atau beludru. Pada bagian margo bertepi rata (integer). Pada
bagian apex berbentuk runcing (acutus), karena pada pertemuan kedua ujungnya
terbentuk sudut lancip yang sedikit melurus. Sedangkan basisnya berbentuk rata
(truncatus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar