Pages

Kamis, 26 Januari 2012

daun lengkap dan daun tidak lengkap


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu tumbuhan pada waktu sekarang telah mengalami kemajuan yang demikian pesat, sehingga bidang-bidang pengetahuan yang semula hanya merupakan cabang-cabang ilmu tumbuhan saja, kini telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri-sendiri. Dari berbagai cabang ilmu tumbuhan yang sekarang telah berdiri sendiri adalah morfologi tumbuhan. Morfologi tumbuhan yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh tumbuhan pun sudah demikian pesat perkembangannya sehingga dipisahkan menjadi morfologi luar atau morfologi saja dan morfologi dalam atau anatomi tumbuhan.
Berdasarkan judul percobaannya (daun lengkap dan daun tidak lengkap) maka yang akan dibahas utamanya adalah morfologi pada daun, kemudian mengklasifikasikannya (menggolongkannya) kedalam dua  golongan yaitu daun lengkap dan daun tidak lengkap.

B.     Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan mengenal bagian-bagian daun serta membedakan daun lengkap dan daun tidak lengkap.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut definisinya, morfologi tumbuhan tidak hanya mengurai bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja  tetapi juga bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam kehidupan tumbuhan dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dari mana asal bentuk tumbuhan dan susunan tubuh yang demikian tadi (Campbell 2002).
Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia (Anonim, 2011).

A.    Gnetum gnemon ( Melinjo )
a.      Morfologi
Melinjo termasuk daun tidak lengkap karena hanya memiliki lamina dan petiolus saja, melinjo mempunyai circumscriptio ovalis (jorong). Interveniumnya seperti kertas (papyraceus). Permukaan daunnya licin mengkilat (laevis nitidus). Nervationya menyirip (peninervis). Margo bertepi rata (integer), apex meruncing (acuminatus) dan basisnya runcing (acitus).

b.      Klasifikasi
Tumbuhan Gnetum gnemon memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut:
Kerajaan        : Plantae
Divisi                        : Spermatophyta
Kelas             : Monocotyledoneae
Ordo             : Gnetales       
Famili            : Gnetaceae
Genus            : Gnetum
Spesies          : Gnetum gnemon

c.       Ekologi
Tanaman melinjo berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat, melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya. Melinjo terdapat pada ketinggian ±15-150 meter di atas permukaan laut.

d.      Nilai medis
Melinjo dapat menyembuhkan asam urat yaitu daunnya setelah dimasak terlebih dahulu. Kemudian biji tanaman melinjo dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Biji dan daun melinjo mengandung saponin dan flavonoida disamping itu biji juga mengandung tanin, kulit buah berkhasiat sebagai peluruh air seni dan bijinya untuk makanan kecil.

e.       Nilai komersial
Indonesia adalah negara yang menjadikan biji melinjo sebagai komoditi ekspor dalam jumlah yang cukup besar. Melinjo akan dipanen dan menghasilkan buah setelah 5- 6 tahun setelah penanaman biji. Di daerah Sumatra Barat setiap tahunnya dilaporkan menghasilkan 20.000- 25.000 buah melinjo dan produksi bijinya mencapai 80- 100 kg per pohon per tahun.

B.     Zea mays ( jagung )
a.       Morfologi
Jagung (Zea mays) merupakan jenis tanaman yang berdaun tidak lengkap (folium incopletus) karena hanya memiliki lamina (helaian daun) dan petiolus (tangkai daun) saja. Adapun sifat-sifat tanaman Zea mays yaitu circumscripto berupa ligunatus (bangun pita) karena memiliki lamina yang lebih panjang. Intervenium bersifat perkamenteus (seperti perkamen), apex folii berupa macutus, margo folii berbentuk integer (rata), dan basis folii berbentuk acutus (runcing), nervatio berbentuk rectinervis (sejajar), permukaan daunnya bersifat scaber (kasap).

b.         Klasifikasi
Tumbuhan Zea mays L memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom       : Plantae
Divisi                        : Spermatophyta
Kelas             : Monocotyledoneae
Ordo             : Poales
Famili            :
Poaceae
Genus            :
Zea
Spesies          : Zea mays L.

c.        Ekologi
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman. Tanaman jagung sebagai tanaman budidaya, sebagai sayuran, hidup pada tanah lembab pada dataran rendah hingga 500 M di permukaan laut.

d.      Nilai Medis
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

e.       Nilai Komersial
Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa Tengah : 3,3 jt ton; Lampung : 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara : 1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun. Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Brazil 6,45%; Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%. Sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3 juta MT .

C.    Jatropha gossypifolia ( Jarak pagar )
a.      Morfologi
Jarak merah (Jatropha gossypifolia) tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal ini karena pada bagian daunnya hanya memiliki petiolus (tangkai daun) dan lamina (helaian daun), tanpa memiliki vagina (pelepah daun).
   Circumscriptio atau bangun daunnya berbentuk orbicularis (bulat). Dikatakan memiliki baun daun berbentuk orbicularis karena pada perbandingan panjang : lebar, perbandingan dari daun jarak merah adalah 1 : 1.
   Memiliki intervenium (daging daun) yaitu tipis lunak (herbaceous). Pada bagian margo folii, daunnya bergerigi (serratus). Pada bagian apex folii, daunnya meruncing (acuminatus). Karena pada titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ujung daun yang berbentuk runcing (acutus), dan ujung daun nampak sempit memanjang dan runcing.
   Pada bagian basis foliinya berlekuk (emarginatus), hal ini ditemukan pada daun-daun bangun jantung, ginjal, dan anak panah. Permukaan daunnya yaitu gundul (gleber). Susunan tulang-tulang daun (nervatio) dari jarak merah adalah menjari (palminervis). Dikatakan menjari, karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar, memperlihatkan susunan jari-jari seperti tangan.





b.        Klasifikasi
                        Tumbuhan Jatropah gossypifolia L memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Euphorbiales
Famili              : Euphorbiaceae
Genus              : Jatropha
Spesies             : Jatropha gossypifolia L.

c.       Ekologi
     Tumbuhan jarak merah merupakan tanaman semak berkayu yang ditemukan di daerah tropis dan dikenal sangat tahan dengan kekeringan, serta mudah dikembangbiakkan dengan cara stek. Tumbuhan ini mudah beradaptasi dengan dengan lingkungan tumbuhnya. Dapat tumbuh pada tanah yang subur tetapi memiliki drainase atau penyaluran air yang baik, tidak tergenang, dan memiliki pH tanah 5,0 sampai 6,5. Tumbuhan jarak dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 20 m dari permukaan laut dan merupakan tanaman tahunan.

d.   Nilai medis
                        Jarak merah (Jatropha gossypifolia L.) merupakan tanaman etnobotani yang dapat dijadikan sebagai sumber obat tradisional. Beberapa pemanfaatan jarak merah dari jaringan misalnya biji digunakan sebagai obat pencahar. Namun, beberapa literatur mengatakan bahwa penggunaan biji jarak sebagai obat herbal dilarang karena toksiksitasnya yang tinggi.Di beberapa negara misalnya Trinidad, tanaman ini digunakan secara etnoveterinari oleh para pemburu untuk mengobati patukan ular, sengatan kalajengking, luka dan kudis pada anjing pemburu mereka. Di Ghana, rebusan daun jarak merah digunakan untuk pengobatan melalui mandi. Kegunaan yang lain ialah mengobati sakit gigi, pendarahan gusi, menghilangkan rasa nyeri, dan sembelit.Beberapa kajian farmakologi telah dilakukan terhadap J. gossypifolia di antaranya ialah pengujian ekstrak daun terhadap 10 jenis mikroorganisme (diantaranya adalah Candida albicans, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis. Ekstrak etanol dari jarak merah dapat mengakibatkan efek vaksorelaksan terhadap tikus dalam kedaan normal. Penelitian yang dilakukan oleh Ravinadrath et. al terhadap jatrofenon yaitu senyawa yang berhasil diisolasi dari akar jarak merah menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus yang daya kerjanya sebanding dengan Penicilin G. Beberapa senyawa telah berhasil diisolasi dari jarak merah yaitu alkaloid jatroiden, isogadain, cleomiscosin, propasin, clilatrione, jatrofon, jatrofenon, jatrofolon A-B, fraxetin, cyclogossine A-B dan 18 senyawa ekstrak lipid dari daun.

e.    Nilai komersial
   Tanaman jarak merah diignakan sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel. Hal ini disebabkan karena sumber bahan kandungan yang terdapat pada bijinya. Biji tanaman jarak merah mengandung 20 sampai 40℅ minyak nabati, namun bagian inti dapat mengandung 45 sampai 60℅ minyak kasar. Pengembangan minyak dari tanaman jarak di Indonesia mulai dilakukan dan dipelopori oleh Robert manurung dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak tahun 1997. Hal ini dilakukan untuk menghadapi krisis bbmr dan kenaikan harga BBM di Indonesia dan sekarang pemerintah mulai sumber-sumber energi slaternatif dari tanaman jarak.

D.    Calotropis gigantea ( biduri )
a.    Morfologi
Helaian daun memiliki bentuk bulat telur atau bulat panjang, yang pertulangan daunnya menyirip. Permukaan atas daun berambut putih tersusun rapat ketika muda, sedangkan permukaan bawah tetap berambut tebal putih. Daunnya bertipe tunggal dengan tangkai pendek menempel langsung pada batang tersusun berseling (decusatus). Bunga bertipe majemuk dalam anak payung yang menempel pada di ujung batang atau ketiak daun. Corona berdaging padat dan seukuran atau lebih lebar dibanding tabung stamen (Ahmed et all, 2005).

b.    Klasifikasi
Tumbuhan Calotropis gigantea  memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Kelas               :
Dicotyledoneae
Ordo                : Gentianales
Famili              : Asclepiadaceae
Genus              : Calotropis
Spesies             : Calotropis gigantea

c.     Ekologi
Tanaman Biduri merupakan semak tegak yang umumnya tumbuh di musim kemarau pada lahan-lahan kering. Tanaman termasuk tumbuhan tahunan dengan tinggi bisa mencapai 0,5 – 3 m. Biduri dapat tumbuh dari biji di lahan yang relatif kering seperti padang rumput kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai berpasir. Tanaman perenial ini mempunyai persebaran di wilayah tropis dan subtropis, di benua Asia dan Afrika (Ahmed et all, 2005). Tanaman ini cukup adaptif di lingkungan yang ekstrim kering dan panas

d.    Nilai medis
Secara konvensional sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan tradisional. Manfaat dan kandungan kimia dari tumbuhan biduri antara lain akarnya mengandung saponin, sapogenin, kalotropin, kalotoksin,  uskari kalaktin, gigatin dan harsa. Daun mengandung saponion, flavonoid, polifenol, tanin dan kalsium oksalat. Batang mengandung tanin, saponindan kalsium oksalat. getah mengandung racun jantung yang menyerupai digitalis. Daun Calotropis gigantea berknasiat sebagai obat kudis dan obat batuk. Daun berkhasiat rubifasien dan  menghilangkan gatal. Getahnya beracun dan dapat menyebabkan  muntah. Namun berkhasiat sebagai obat pencahar. Kulit akar biduri  berkhasiat kolagola, peluruh keringat (diaforetik), perangsang muntah (emetik), memacu kerja enzim pencernaan (alteratif) dan peluruh kencing (diuretik). Kulit kayu biduri berkhasiat emetik, bunga berkhasiat tonik dan menambah nafsu makan (stomakik), (Andriana, D., 2007). Beberapa pengguna juga sudah memanfaatkan bahan tanaman ini untuk kepentingan pengendalian hama, sebagai insektisida, antinematoda, serta antirayap (Jayashankar et all, 2002). Sedang penelitian yang telah Chobchuenchum dkk (2004), menggunakan ekstrak Calotropis gigantea dengan beberapa pelarut sebagai agen biomoluskisida pada keong mas (Pomacea canaliculata).

e.    Nilai komersial
Kulit batang mengandung serat yang bisa dimanfaatkan untuk membuat jala. (Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).

E.     Plumeria acuminate ( kamboja )
a.    Morfologi
Tanaman kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 1,5-6 m, bengkok, dan mengandung getah. Tumbuhan rantingnya besar, daun berkelompok rapat pada ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm, lebar 6-12,5 cm, ujung meruncing, pangkal menyempit, tepi rata, tulang daun menyirip. Warna daun hijau, berbentuk lonjong dengan kedua ujungnya meruncing dan agak keras dengan urat-urat daun yang menonjol, sering rontok terutama saat berbunga lebat, bunganya berbentuk terompet, muncul pada ujung-ujung tangkai, daun bunga berjumlah 5 buah, berbunga sepanjang tahun.



b.    Klasifikasi
Tumbuhan  Plumeria acuminate memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Kelas               : Dicotyledonae
Bangsa             : Apocynales
Suku                : Apocyanaceae
Marga              :
Plumeria
Spesies             : 
Plumeria acuminate W.T.Ait

c.     Ekologi
Tanaman kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 1,5-6 m, bengkok, dan mengandung getah. Tumbuhan asal Amerika ini biasanya ditanam sebagai tanaman hias di pekarangan, taman, dan umumnya di daerah pekuburan, atau tumbuh secara liar. Tumbuh di daerah dataran rendah 1-700 m di atas permukaan laut. Rantingnya besar, daun berkelompok rapat pada ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm, lebar 6-12,5 cm, ujung meruncing, pangkal menyempit, tepi rata, tulang daun menyirip. Bunga dalam malai rata, berkumpul diujung ranting, kelopak kecil, sisi dalam tanpa kelenjar, mahkota berbentuk corong, sisi dalam berambut, sisi luar kemerahan atau putih, sisi dalam agak kuning, putih atau merah, berbau harum. Tangkai putik pendek, tumpul, lebar, bakal buah 1 atau 2, saling berjauhan, berbentuk tabung gepeng memanjang, panjang 18-20 cm, lebar 1-2 cm, berbiji banyak, biji bersayap, tanpa kuncung rambut, ketika masih muda berwarna hijau, setelah tua hitam kecoklatan (Steenis, 1976; Dalimartha, 1999).

d.    Nilai medis
Digunakan sebagai obat dan bahan kecantikan misalnya mengobati penyakit kencing nanah (Gonorrhea), bengkak, bisul, borok, kutil, mengeluarkan duri / beling, dan mengobati tumit pecah-pecah (Hutapea, J.R.,1991). Tanaman kamboja (Plumeria acuminate, W.T.Ait) mengandung senyawa agoniadin, plumierid, asam plumerat, lipeol, dan asam serotinat, plumierid merupakan suatu zat pahit beracun, kandungan kimia getah tanaman ini adalah damar dan asam plumeria C10H10O5 (oxymethyl dioxykaneelzuur) sedangkan kulitnya mengandung zat pahit beracun (Syamsulhidayat dan Hutapea 1991).  Akar dan daun Plumeria acuminate, W.T.Ait mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin, yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain geraniol, farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool. Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol (Dalimartha, 1999 ; Prihandono, 1996).

e.     Nilai komersial
Tumbuhan kamboja memiliki nilai jual yang sangat tinggi karena selain untuk hiasan di rumah ataupun di taman, kamboja juga di gunakan dalam dunia medis.




BAB III
METODOLOGI
A.      Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat yang kami gunakan untuk melakukan praktikum adalah sebagai berikut.
Hari/tanggal         : Sabtu, 26 Market 2011
Waktu                  : 13.00-17.00 WITA
Tempat                 : Laboratorium Biodiversity Jurusan Biologi FMIPA
                                UNTAD

B.       Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan praktikum pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.         Buku gambar
2.         Alat tulis menulis
3.         Daun Caladium bicolor
4.         Daun Saccharum officinarum
5.         Daun Acasia aurantifolia
6.         Daun Musa paradiasiaca
7.         Daun Calotropis gigantean
8.         Daun Zea mays
9.         Daun Plumeria acuminate
10.     Daun Euphorbia hirta
11.     Daun Gnetum gnemon
12.     Daun Anacardium occidentale
13.     Daun Piper bettle
14.     Daun Jatropha gosififolia
15.     Daun Ipomoea pes-caprae





C.      Cara Kerja
Adapun cara kerja yang kami lakukan saat melakukan praktikum adalah sebagai berikut:
1.      Menulis nama spesies dan family tumbuhan tersebut
2.      Menggambar dan memberi keterangan bagian-bagiannya
-   Helaian daun (lamina)
-   Tangkai daun (petiolus)
-   Upih/pelepah daun (vagina)
3.      Menentukan :
-   Circumscription
-   Intervenium
-   Margo
-   Apex
-   Basis
-   Permukaan daun
-   Nervatio
4.      Menentukan termasuk dalam daun lengkap atau daun tidak lengkap pada masing-masing tumbuhan tersebut.










BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
No
Gambar
Keterangan
1.
Plumeria acuminate
a.   margo: bertepi rata (integer)
b.  apex : tumpul (obtusus)
c.   basis : runcing (acutus)
d.  nervatio : primer paralel
e.   intervenium : seperti kulit (coriaceus)
f.   circumscriptio : sudip (spathulatus)
g.  permukaan daun : licin suram (opacus)

2.
Jathropa gossypyfolia
a.       margo : bergerigi halus
b.      apex : runcing (acutus)
c.       basis :  berlekuk (emarginatus)
d.      permukaan daun : licin suram (laevis opacus)
e.       nervatio : menjari (palminervis)
f.       circumscriptio : bulat (orbicularis)
g.      intervenium : tipis seperti selaput (membranaceus)

No
Gambar
Keterangan
3.
Calotropis gigantea
a.    margo : bertepi rata (integer)
b.    apex : runcing (acutus)
c.    basis : berlekuk (emarginatus)
d.   nervatio : menyirip (penninervis)
e.    intervenium : tipis lunak (herbaceus)
f.     permukaan daun : licin berselaput lilin (pruinosus)
g.    circumscriptio : bulat telur (ovatus)
4.
Gnetum gnemon
a.       margo : bertepi rata (integer)
b.      apex : meruncing (acuminate)
c.       basis : runcing (acutus)
d.      nervatio : menyirip (penninervis)
e.       intervenium : seperti kertas (papyraceus)
f.       circumscriptio : jorong (ovalis)
g.      permukaan daun : licin mengkilat (laevis nitidus)
No
Gambar
Keterangan
5.
Zea mays
a.       margo : bertepi rata
b.      apex : runcing (acutus)
c.       basis : rata (truncatus)
d.      nervatio : sejajar (rectinervis)
e.       intervenium : seperti kertas (papyraceus)
f.       circumscriptio : pita (ligulatus)
g.      permukaan daun : berbulu halus (villosus)




B.       Pembahasan
a.    Jatropha gossypifolia ( jarak merah )
     Jatropha gossypifolia tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal ini karena pada bagian daunnya hanya memiliki Petiolus (tangkai daun) dan Lamina (helaian daun), tanpa memiliki vagina (pelepah daun).
     Circumscriptio atau bangun daunnya berbentuk orbicularis (bulat). Dikatakan memiliki baun daun berbentuk orbicularis karena pada perbandingan panjang : lebar, perbandingan dari daun Jatropha gossypifolia adalah 1 : 1.
     Memiliki intervenium (daging daun) yaitu tipis lunak (herbaceous). Pada bagian margo, daunnya bergerigi (serratus). Pada bagian apex, daunnya meruncing (acuminatus). Karena pada titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ujung daun yang berbentuk runcing (acutus), dan ujung daun nampak sempit memanjang dan runcing.
     Pada bagian basisnya berlekuk (emarginatus), hal ini ditemukan pada daun-daun bangun jantung, ginjal, dan anak panah. Permukaan daunnya yaitu gundul (gleber). Susunan tulang-tulang daun (nervatio) dari Jatropha gossypifolia adalah menjari (palminervis). Dikatakan menjari, karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar, memperlihatkan susunan jari-jari seperti tangan.

b.   Plumeria acuminate ( kamboja )
Plumeria acuminate tergolong kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap (folium incompletus). Sama seperti halnya pada  Jatropha gossypifolia, bagian daun pada Plumeria acuminate hanya memiliki lamina dan petiolus saja.
Circumscriptio berbentuk sudip (spathulatus), dikatakan demikian karena bangunnya seperti bangun bulat telur terbalik, tetapi bagian bawahnya memanjang. Pada bagian margo, daunnya bertepi rata (integer). Pada bagian apex, daunnya tumpul (obtusus) karena sudut yang terbetuk di ujungnya lebih besar dari 900. Sedangkan pada bagian basisnya runcing (acutus), karena kedua tepi daun bertemu membentuk sudut lancip.
          Ketika diraba bagian permukaan dan bawahnya, ternyata intervenium seperti kulit (coriaceus). Permukaan daunnya licin suram (apacus), serta memiliki nervatio primer paralel.

c.    Calotropis gigantea ( biduri )
          Daun pada Calotropis gigantea digolongkan kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap. Hal ini dikarenakan tumbuhan ini hanya memiliki lamina saja, sedangkan bagian daun berupa petiolus dan vaginya tidak ada.
          Setelah kami melakukan pengamatan dengan seksama, kami simpulkan bahwa circumscriptio berbentuk bulat telur karena bagian terlebar dari daun tersebut berada dibawah tengah-tengah helaian daun. nervatio menyirip (penninervis), karena daun ini mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, kemudian intervenium tipis lunak (herbaceus).
          Kemudian permukaan daunnya licin berselaput lilin (pruinosus), karena pada permukaan bagian atasnya licin sedangkan pada bagian bawahnya terdapat lapisan lilin yang memutih. Pada bagian margo bertepi rata (integer), pada bagian apex berbentuk runcing, karena kedua tepi daun bertemu sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip. sedangkan pada bagian basis, daunnya berlekuk (emarginatus).

d.   Gnetum gnemon ( Belinjo )
          Menurut hasil pengamatan kami, tumbuhan Gnetum gnemon digolongkan kedalam kelompok tanaman berdaun tidak lengkap karena pada bagian daunnya tidak memiliki pelepah daun (vagina) hanya memiliki lamina dan petiolus.
          Gnetum gnemon memiliki bangun daun (circumscriptio) yang berbentuk jorong (ovalis), karena bagian yang terlebar berada di tengah-tengah helaian daun dan juga setelah diamati ternyata perbandingan panjang dan lebar daunnya adalah 1,5 – 2 : 1. Tanaman ini memiliki nervatio menyirip (penninervis) sama halnya seperti yang terdapat pada Calotropis gigantea. Kemudian intervenium seperti kertas (papyraceus), karena ketika kami pegang daun ini terasa tipis tetapi cukup tegar.
          Selanjutnya, permukaan daunnya bersifat licin mengkilat (laevis nitidus) karena saat kami meraba permukaan daunnya terasa licin dan kelihatan mengkilat. Pada bagian margo, bertepi rata (integer).  Pada bagian apex meruncing (acuminatus) karena titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi sehingga ujung daun terlihat sempit panjang dan runcing. Pada bagian basisnya berbentuk runcing (acutus).
e.    Zea mays ( jagung )
                        Menurut hasil pengamatan yang telah kami lakukan dilaboratorium, tanaman Zea mays kami golongkan kedalam tumbuhan beredaun tidak lengkap. Karena pada daun Zea mays hanya terdapat lamina (helaian daun) dan vagina (pelepah daun) tetapi tidak memiliki petiolus (tangkai).
                        Zea mays memiliki bangun daun (circumscriptio) berbentuk pita (ligulatus). karena pada pengamatan kami, dari pangkal sampai ke ujung memiliki ukuran lebar yang hampir sama (tidak ada bagian yang terlebar) dan serupa daun bangun garis, tetapi lebih panjang lagi. Tanaman ini memiliki nervatio yang sejajar (rectinervis) karena mempunyai satu tulang ditengah yang besar (ibu tulang) membujur daun, sedang tulang-tulang lainnya jelas lebih kecil dan semuanya tampak mempunyai arah yang sejajar dengan ibu tulangnya tadi. Kemudian saat kami memegang permukaan daunnya, intervenium seperti kertas (papyraceus) karena daun ini terasa tipis tetapi cukup tegar.
                        Selanjutnya, permukaan daunnya berbulu halus karena pada saat kami meraba permukaan daunnya terasa seperti laken atau beludru. Pada bagian margo bertepi rata (integer). Pada bagian apex berbentuk runcing (acutus), karena pada pertemuan kedua ujungnya terbentuk sudut lancip yang sedikit melurus. Sedangkan basisnya berbentuk rata (truncatus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar